Rabu, 15 Februari 2012

nyatuh bideyeh..


O nya bibeyeh!, paguh-paguh bebahasa...

Mamaku, Kresensia Erni Andriani, seorang Ibu Rumah Tangga dan seorang Dayak tulen, tinggal di Desa Semanget, Kecamatan Entikonmg, Kabupaten Sanggau. Mengenyam pendidikan SMP di SMPN 243, Cipinang, Jakarta Pusat, dan SMEA di SMEA YPK, Pontianak. Akan tetapi cara berbicara dan berbahasa Beliau di depan orang bisa dibilang ceplas-ceplos. Padahal menurutku, kemampuan Berbahasa Mama sangat baik, terlebih dalam Bahasa Indonesia dan Inggris. Hanya saja kalau berbicara tidak dalam saat-saat resmi, Beliau kerap berbicara dengan logat (nada berbahasa) yang dalam bahasa Jawa disebut dengan istilah mentok Kalimantan.
sumber: mamafile

Hari itu (Selasa, 07/02/2012), Mama dan Adikku, Hilda, pergi ke Pontianak untuk menjenguk keluarga yang kecelakaan di Rumah Sakit Antonius, Pontianak. Mereka pergi dengan ta-xi yang jam berangkat pukul 08.00 WIB.
Beberapa jam perjalanan, mereka pun singgah di Sosok, Kecamatan Sosok, Kabupaten Tayan Hilir, untuk makan siang. Saat duduk sembari menuggu pesanan makanan datang, Mama merasa mual dan ingin minum. Mama memanggil Pelayan di Rumah Makan tersebut, Beliau berkata, “Dek, ada air gas, ndak?.”
 “Air apa, buk?.” Pelayan tersebut bertanya balik.
Air gas bah!” Jawab mamaku seakan pelayan tersebut mengerti akan apa yang ia tanyakan.
Pelayan tersebut pergi seakan-akan mengiakan permintaan Mama.
Lama Mama menunggu, sampai-sampai makanan yang mereka pesan datang, tetapi air gas yang Mama pesan belum juga diantar. Mama menghampiri Pelayan tadi dan bertanya, “Mana air gasnya, lamanya, ndak diantar-antar!” (nada jengkel).
Pelayan itu memasang wajah bingung dan polos seolah-olah sangat tidak mengert air apa yang Mamaku maksud. Ia menjawab, “Tidak ada, buk”.
Lalu mamaku langsung pergi dan meninggalkan Pelayan itu dan pergi menuju tempat minuman, tangannya langsung meraih sekaleng coca-cola. Dari tempat berbeda si Pelayan melihat Mamaku, dan Ia tertawa melihat kejadian itu. Entah karena apa (bagiku biasa saja karena sudah biasa, hahahahaha...).
Saat kembali ke meja makan, Mama langsung meneguk minumannya dengan ekspresi kehausan. Lalu sejenak ia mengguman. “Pantasan Pelayan tadi kebingungan, rupanya bahasa Mama aneh untuk dia dengar”.
Gumamannya terdengar oleh Hilda dan Hilda tertawa terbahak-bahak. Mama bertanya kepada Hilda, “Kenapa adek ndak kasitau mama kalau mama salah bicara, tadi?”.
Atung (panggilan rumah Hilda) jak ndak tau kalau kakak tadi ndak ngerti apa yang mama bilang”. Sahut Hilda.
Mama dan Hilda sama-sama tertawa melihat hal itu. Karena Mama menceritakan cerita ini kepadaku, makanya aku bisa menulis cerita ini sekarang. Pelajaran bagi kita untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar karena kita tidak tau bahasa dapur (bahasa sehari-hari) yang kita gunakan tidak dimengerti oleh orang-orang dalam maupun luar lingkungan kita.

2 komentar: