O nya bibeyeh!,
paguh-paguh bebahasa...
Mamaku, Kresensia Erni
Andriani, seorang Ibu Rumah Tangga dan seorang Dayak tulen, tinggal di Desa
Semanget, Kecamatan Entikonmg, Kabupaten Sanggau. Mengenyam pendidikan SMP di
SMPN 243, Cipinang, Jakarta Pusat, dan SMEA di SMEA YPK, Pontianak. Akan tetapi
cara berbicara dan berbahasa Beliau di depan orang bisa dibilang ceplas-ceplos. Padahal menurutku,
kemampuan Berbahasa Mama sangat baik, terlebih dalam Bahasa Indonesia dan
Inggris. Hanya saja kalau berbicara tidak dalam saat-saat resmi, Beliau kerap
berbicara dengan logat (nada
berbahasa) yang dalam bahasa Jawa disebut dengan istilah mentok Kalimantan.
sumber: mamafile |
Hari itu (Selasa,
07/02/2012), Mama dan Adikku, Hilda, pergi ke Pontianak untuk menjenguk
keluarga yang kecelakaan di Rumah Sakit Antonius, Pontianak. Mereka pergi dengan
ta-xi yang jam berangkat pukul 08.00
WIB.
Beberapa jam
perjalanan, mereka pun singgah di Sosok, Kecamatan Sosok, Kabupaten Tayan
Hilir, untuk makan siang. Saat duduk sembari menuggu pesanan makanan datang, Mama
merasa mual dan ingin minum. Mama memanggil Pelayan di Rumah Makan tersebut, Beliau
berkata, “Dek, ada air gas, ndak?.”
“Air apa, buk?.” Pelayan tersebut bertanya
balik.
“Air gas bah!” Jawab mamaku seakan pelayan tersebut mengerti akan apa
yang ia tanyakan.
Pelayan tersebut pergi
seakan-akan mengiakan permintaan Mama.
Lama Mama menunggu,
sampai-sampai makanan yang mereka pesan datang, tetapi air gas yang Mama pesan belum juga diantar. Mama menghampiri Pelayan
tadi dan bertanya, “Mana air gasnya,
lamanya, ndak diantar-antar!” (nada jengkel).
Pelayan itu memasang
wajah bingung dan polos seolah-olah sangat tidak mengert air apa yang Mamaku
maksud. Ia menjawab, “Tidak ada, buk”.
Lalu mamaku langsung
pergi dan meninggalkan Pelayan itu dan pergi menuju tempat minuman, tangannya
langsung meraih sekaleng coca-cola.
Dari tempat berbeda si Pelayan melihat Mamaku, dan Ia tertawa melihat kejadian
itu. Entah karena apa (bagiku biasa saja karena sudah biasa, hahahahaha...).
Saat kembali ke meja
makan, Mama langsung meneguk minumannya dengan ekspresi kehausan. Lalu sejenak
ia mengguman. “Pantasan Pelayan tadi kebingungan, rupanya bahasa Mama aneh
untuk dia dengar”.
Gumamannya terdengar
oleh Hilda dan Hilda tertawa terbahak-bahak. Mama bertanya kepada Hilda, “Kenapa adek ndak kasitau mama kalau mama
salah bicara, tadi?”.
“Atung (panggilan rumah Hilda) jak ndak tau kalau kakak tadi ndak ngerti
apa yang mama bilang”. Sahut Hilda.
Mama dan Hilda
sama-sama tertawa melihat hal itu. Karena Mama menceritakan cerita ini
kepadaku, makanya aku bisa menulis cerita ini sekarang. Pelajaran bagi kita
untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar karena kita tidak tau bahasa dapur (bahasa sehari-hari) yang
kita gunakan tidak dimengerti oleh orang-orang dalam maupun luar lingkungan
kita.
Keren helen...lucu... ^_~
BalasHapushaha , pandai mengungkapkan cerita , pintar :)
BalasHapus